Elang Jawa

Salah satu satwa yang sangat dilindungi dan sebagai lambang Negara

Rafflesia patma

Termasuk tumbuhan yang dilindungi di Indonesia

TWA Gunung Papandayan

Menawarkan pengalaman pendakian dengan keindahan kawah Papandayan, hutan mati, sunrise dsb.

Cagar Alam Leuweung Sancang

Di hutan ini masih terdapat Macan tutul jawa dan juga dijumpai 5 jenis primata termasuk Owa jawa

Minggu, 05 April 2020

Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran

Secara geografis Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran berada di Desa Pangandaran, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran. Kawasan wisata ini lebih dikenal oleh masyarakat umum sebagai Cagar alam, padahal kawasan Cagar Alam Pananjung Pangandaran sendiri merupakan kawasan konservasi yang berbeda letak keberadaannya dan terpisah oleh beberapa sungai yang ada di semenanjung ini.
Sebagai kawasan konservasi, di Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran sendiri masih menerapkan prinsip - prinsip konservasi walaupun peruntukkannya untuk pariwisata. Terdapat beberapa objek dengan daya tarik wisata yang menjadi ciri khas TWA Pananjung Pangandaran yaitu Goa - goa alam, Goa buatan, pantai, kekhasan flora dan beberapa satwa liar yang hidup di hutan TWA Pananjung Pangandaran. Salah satu ciri yang membedakan TWA Pananjung Pangandaran dengan Cagar Alam yaitu di TWA terdapat jalur atau track wisata yang khusus disediakan untuk kemudahan pengunjung mengeksplorasi keindahan TWA Pananjung Pangandaran.
Sebelum ditetapkan menjadi Taman Wisata Alam, kawasan hutan ini mempunyai sejarah yang cukup panjang dimulai sejak jaman kerajaan Pananjung yang dicirikan dengan adanya situs Batu Kalde, dilanjutkan dengan jaman kolonial Belanda dimana pada tahun 1921 Y. Eycken sebagai Residen Priangan waktu itu mengusulkan untuk menjadikan hutan di semenanjung Pangandaran sebagai Taman Buru dengan memasukkan 1 ekor Banteng, 3 ekor Sapi bali dan beberapa Rusa India. Pada perkembangannya, Banteng - banteng tersebut dapat beradaptasi dan berkembang biak sementara hal berbeda untuk Rusa india yang tidak mampu beradaptasi dengan habitat baru nya. Melihat perkembangan populasi Banteng dan satwa asli yang menghuni hutan tersebut pada tahun 1934 hutan ini dijadikan sebagai Suaka Margasatwa berdasarkan Gb Tanggal 7 Desember 1934 Nomor 19 Stbl. 669, dengan luas 530 ha yang dikeluarkan oleh Directour Van Scomische Zoken. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya setelah diketemukan bunga Rafflesia padma, status Suaka Margasatwa dirubah menjadi Cagar Alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 34/KMP/1961 seluas 457 Ha. Seiring dengan kebutuhan masyarakat akan rekreasi, maka sebagian kawasan seluas 37,70 Ha dijadikan Hutan Wisata dalam bentuk Taman Wisata Alam (TWA) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 170/Kpts/Um/3/1978 tanggal 10 Maret 1978 sementara kawasan Cagar Alam Pananjung Pangandaran seluas 419,3 Ha dan terakhir diperbaharui melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor. SK. 484/MENHUT-II/2010 yang menetapkan kawasan Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran seluas 34,321 Ha sementara Cagar Alam Pananjung Pangandaran seluas 454,615 Ha.
Pengelolaan TWA Pananjung Pangandaran berada di bawah Resor KSDA Wilayah XXI Pangandaran, Seksi Konservasi Wilayah VI, Bidang KSDA Wilayah III, BBKSDA Jawa Barat. Sementara untuk pengusahaan pariwisata TWA Pananjung Pangandaran oleh Perhutani melalui Ijin Pengusahaan Pariwisata ALam (IPPA) berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 341/Kpts-II/1996.

Potensi Flora
TWA Pananjung Pangandaran mempunyai 2 tipe ekosistem ; ekosistem dataran rendah dimana tumbuhannya didominasi oleh Kokosan Monyet (Dysoxylum caulostachyum), Caruy (Pterospermum javanicum), Marong (Cratoxylon formosum), Laban (Vitex pubescens), Ficus sp. dan lain sebagainya dan ekosistem hutan tanaman yang didominasi oleh Jati (Tectona grandis) dan Mahoni (Swietenia macrophylla). Di Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran sendiri bisa dijumpai Rafflesia patma yang termasuk tumbuhan dilindungi dan seiring perkembangan waktu agak sulit untuk melihat kembali Rafflesia patma tersebut mekar di Taman Wisata Alam. Namun begitu, Rafflesia patma masih sering dijumpai di kawasan Cagar Alam yang habitatnya tidak terganggu oleh keberadaan manusia.

Potensi Fauna
Terdapat beberapa jenis fauna yang sering dijumpai di TWA Pananjung Pangandaan, diantaranya Rusa timor (Rusa timorensis ), Tando  (Cynocephalus variegatus), Landak jawa (Hystrix javanica), Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), Lutung budeng(Tracypithecus auratus), Kangkareng (Antharacoceros albirostris), Kancil (Tragulus javanicus), Trenggiling (Manis javanica) dan sebagainya.

Potensi Wisata
Selain eksplorasi kawasan hutan yang masih cukup alami dengan sarana jalan wisata yang cukup bagus, di Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran sendiri terdapat beberapa Goa - goa alam dan Goa buatan seperti Goa Panggung, Goa Parat, Goa Miring, Goa Sumur Mudal, Goa Lanang, dan Goa / Bunker Jepang (Goa buatan). Selain itu pengunjung juga bisa menikmati keindahan pantai - pantai yang ada seperti pantai pasir putih timur Cirengganis dengan sunrise nya dan pantai Ciborok di sebelah barat dengan keindahan sunsetnya.
Pantai Ciborok, TWA Pananjung Pangandaran


Tarif tiket masuk


HARI KERJA
HARI LIBUR NASIONAL
WISATAWAN NUSANTARA
Rp.16.000,-
Rp.21.000,-
WISATAWAN MANCANEGARA
Rp.210.000,-
Rp.315.000,-

Sabtu, 04 April 2020

Galeri Video

































   





TWA Gunung Papandayan

Taman Wisata Alam Gunung Papandayan merupakan salah satu obyek wisata alam yang terletak di Provinsi Jawa Barat. Secara administratif berada di Desa Simajaya dan Desa Keramat Wangi, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, serta Desa Neglawangi, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung. TWA Gunung Papandayan ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.226/Kpts/11/1990 tanggal 8 Mei 1990 seluas 225 Ha dan berada dibawah Seksi Konservasi Wilayah V Garut, Bidang KSDA Wilayah III, BBKSDA Jawa Barat. 
Kawasan ini memiliki topografi curam dan berada di ketinggian 2.665 meter di atas permukaan laut dengan posisi geografis 7o30’ LS 107o31’  BT, berbukit dan bergunung serta tebing yang terjal. Sedangkan menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk type iklim B, dengan curah hujan rata-rata 3.000 mm/tahun, kelembaban udara 70–80 % dan temperatur 10ÂșC
Potensi Flora : Suagi (Vaccinium varingifolium), Edelweis (Anaphalis javanica), Puspa (Schima walichii), Kiputri (Podocarpus neripolius), Kondang (Ficus variegata), Tunggeureuk (Castanopsis tunggurut), Saninten (Castanopsis argentea), Pasang (Quercus platycorpa ), Kihujan (Engelhardia spicata), Jamuju (Podocarpus imbricatus), dan Manglid (Magnolia sp.).
Potensi Fauna : Macan tutul (Panthera pardus), Bajing (Callosciurus notatus), Kijang (Muntiacus muntjak), Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), Lutung (Trachypitechus auratus), Surili (Presbytis comata), Burung Elang ruyuk (Spilornis cheela), Burung Tulung Tumpuk (Megalaima javanensis), Kukang (Nycticobus coucang), Ular sanca (Phyton reliculatus) dan Trenggiling (Manis javanica).
Aksesibilitas
Aksesibilitas dari Kota Bandung menggunakan transportasi umum : Berangkat dari Terminal Leuwi Panjang  atau Terminal Cisaheum menggunakan angkutan Elp (jurusan: Bandung – Cikajang lalu turun di Kec. Kasurupan.
Aksesibilitas dari Kota Jakarta menggunakan transportasi umum : Berangkat dari Terminal Kampung Rambutan menggunakan bis jurusan: Jakarta – Garut lalu turun di Terminal Garut. Kemudian naik angkutan Elp jurusan: Garut – Cikajang.
Pengusahaan Pariwisata : PT. Asri Indah Lestari diberi Ijin Usaha Pemanfaatan Sarana
Wisata Alam (IUPSWA) seluas 92,87 Ha, berdasarkan Keputusan Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal (An. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan) No. 1/1/IUPSWA/
PMDN/2016 tanggal 7 April 2016.
Harga tiket masuk TWA Gunung Papandayan :

Kaleidoskop Kegiatan Bidang KSDA Wilayah III Tahun 2019

Sebagai unit pelaksana dari BBKSDA Jawa Barat, Bidang KSDA Wilayah III menjalankan tugas dan fungsi berdasarkan ketentuan peraturan perundang - undangan :

  1. Inventarisasi potensi, penataan kawasan
  2. dan penyusunan rencana pengelolaan cagar alam,
  3. suaka margasatwa, taman wisata alam dan taman buru;
  4. Pelaksanaan perlindungan dan pengamanan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, taman buru;
  5. Pengendalian dampak kerusakan sumber daya alam hayati;
  6. Pengendalian kebakaran hutan di cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam dan taman buru;
  7. Pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa liar beserta habitatnya serta sumberdaya genetik dan pengetahuan tradisional;
  8. Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan;
  9. Evaluasi kesesuaian fungsi, pemulihan ekosistem dan penutupan kawasan;
  10. Penyiapan pembentukan dan operasionalisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK);
  11. Penyediaan data dan informasi, promosi dan pemasaran konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya;
  12. Pengembangan kerjasama dan kemitraan bidang konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya;
  13. Pengawasan dan pengendalian peredaran tumbuhan dan satwa liar;
  14. Koordinasi teknis penetapan koridor hidupan liar;
  15. Koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan kawasan ekosistem esensial;
  16. Pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya;
  17. Pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan konservasi;
  18. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga serta kehumasan
Beberapa kegiatan yang dilaksanakan pada tahun 2019 terekam dalam video berikut

Cagar Alam Pananjung Pangandaran

      Salah satu bentuk dari kawasan konservasi yang telah dikembangkan di Indonesia adalah Cagar Alam. Cagar Alam adalah kawasan perlindungan bagi flora dan fauna yang ada di dalamnya. Salah satu cagar alam yang ada di Indonesia adalah Cagar Alam Pananjung Pangandaran yang merupakan kawasan hutan yang dilindungi di Desa Pangandaran, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 34/KMP/1961 yang kemudian diperbaharui melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor. SK. 484/MENHUT-II/2010. Pemeliharaan dan perlindungan yang ketat di Cagar Alam ini sangat perlu dilakukan karena di dalamnya terdapat habitat, tumbuhan dan hewan yang sangat potensial dan memiliki keunikan alami. 
Secara administratif, Cagar Alam Pananjung Pangandaran terletak di Desa Pangandaran, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. Sebelah timur berbatasan dengan Teluk Pangandaran, sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia dan disebelah barat berbatasan dengan Teluk Parigi. Sedangkan secara astronomis, kawasan ini terletak pada koordinat 108o38’30” - 108o41’00” BT dan 7o42’00” - 7o44’00” LS. Kawasan Pangandaran ini berjarak kurang lebih 93 km arah tenggara kota Ciamis dan 223 km dari kota Bandung.


Sejarah Singkat dan Status Pengelolaan
      Cagar Alam Pananjung Pangandaran merupakan kawasan konservasi flora dan fauna. Sejarah terbentuknya kawasan konservasi ini dimulai pada tahun 1921 pada saat Residen Priangan Y. Eyken berkuasa mengusulkan untuk menjadikan kawasan yang tadinya kawasan perladangan menjadi kawasan taman buru dengan memindahkan penduduk yang ada dalam kawasa hutan wisata ke daerah Parapat, 2 km ke sebelah utara pada tahun 1922. Dengan memasukkan satu ekor banteng jantan, tiga ekor sapi bali betina dan rusa India dan memberi pagar pada kawasan tersebut. 
Sebelum ditetapkan sebagai Cagar Alam, kawasan hutan Pangandaran terlebih dahulu ditetapkan sebagai kawasan Suaka Margasatwa. Hal ini berdasarkan Gb Tanggal 7 Desember 1934 Nomor 19 Stbl. 669, dengan luas 530 ha yang dikeluarkan oleh Directour Van Scomische Zoken. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya setelah diketemukan bunga Rafflesia padma, status Suaka Margasatwa dirubah menjadi Cagar Alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 34/KMP/1961. Seiring dengan kebutuhan masyarakat akan rekreasi, maka sebagian kawasan seluas 37,70 Ha dijadikan Hutan Wisata dalam bentuk Taman Wisata Alam (TWA) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 170/Kpts/Um/3/1978 tanggal 10 Maret 1978.
      Status pengelolaan kawasan mulai dari ditetapkan sampai saat ini telah mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan dan kebijakan pemerintah. Pada tahun 1957 kawasan Taman Wisata Alam dan Cagar Alam Pananjung Pangandaran pengelolaannya ditangani oleh Kebun Raya Bogor. Selanjutnya pada tahun 1957-1972, pengelolaanynya ditangani oleh Djawatan Kehutanan dan sejak tahun 1972-1978, dikelola oleh seksi Perlindungan dan Pengawetan Alam Jawa Barat II yang berkedudukan di Bandung. Kemudian pada tahun 1978-1999, kawasan ini berada di bawah tanggung jawab Sub Balai Kawasan Sumber Daya Alam Jawa Barat II, Balai Konservasi Sumber Daya Alam III Bandung. Tahun 1999 pengelolaannya ditangani oleh BKSDA Jawa Barat II, Seksi Wilayah Konservasi I, Resort KSDA Pangandaran, di bawah Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Bandung. Dan sejak tahun 2007 sampai saat ini pengelolaannya berada di bawah BBKSDA Jawa Barat, Bidang KSDA Wilayah III Ciamis, Seksi Konservasi Wilayah VI Tasikmalaya, Resor Konservasi Wilayah XX Pangandaran, sementara untuk Pengusahaan Taman Wisata Alam Pangandaran ditangani oleh PT. PERHUTANI KPH Ciamis, UNIT III Jawa Barat melalui Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam.

Kondisi Lapangan
  1. Iklim ; Berdasarkan Schmidt dan ferrguson, CA Pananjung Pangandaran dan sekitarnya termasuk tipe iklim A dengan curah hujan rata-rata 3.196 mm/tahun, suhu udara rata-rata 25C-30C dengan kelembaban 80-90%. Curah hujan terbanyak antara Oktober-Maret, dan bulan kering pada bulan Juli-September.
  2. Topografi ; Keadaan tofografi sebagian besar landai dengan beberapa tempat terdapat tonjolan bukit kapur yang terjal. Terdiri dari 50% datar, 35% berbukit, 15% bergunung, jadi dapat dikatakan  landai dan sedikit berbukit dengan rata-rata ketinggian 100 m dpl. Elevasi antara 0-20 m dpl dan di daerah landai antara 2-3 m dpl. Hamparan kawasan ini terbagi menjadi enam daerah besar : Cirengganis, Batu Meja, Badeto, Naggorak, Karang Pandan dan Cikamal. 
  3. Kondisi air dan Tanah; Terdapat sepuluh buah sungai yang ada di Cagar Alam Pananjung Pangandaran yang panjangnya tidak lebih dari 1-2 km, dan sungai terbesar adalah Sungai Cikamal yang bermuara di Pantai Barat dan Sungai Cirengganis yang bermuara di Pantai Timur.


Potensi Keanekaragaman Hayati
      Cagar alam Pananjung Pangandaran ini memiliki banyak potensi. Sekitar 80% merupakan vegetasi hutan sekunder tua yang berumur 50-60 tahun dan sisanya adalah hutan primer. Selain vegetasi hutan, di dalam Cagar Alam ini pun terdapat padang penggembalaan, yaitu Cikamal seluas 20 ha dan Nanggorak yang pada awalnya seluas 10 ha namun berubah menjadi hutan sekunder muda setelah mengalami suksesi seperti halnya Badeto.
       Pohon-pohon yang dominan di daerah Cagar Alam ini, antara lain Laban (Vitex pubescens), Kisegel (Dillenia excelsea) dan Marong (Cratoxylon formosum). Dari formasi Baringtonia, terdiri dari Nyamplung (Callophylum inophylum), Waru laut (Tespesia populnea), Ketapang (Terminalia cattapa) dan Butun (Baringtonia asiatica) serta berbagai jenis suku Palmae, seperti Langkap (Arenga obtusifolia), Sawangkung (Caryota mitis) dan Gebang (Corypa gebanga). Di dataran rendahnya terdapat hutan tanaman yang merupakan tanaman eksotika, yang terdiri dari tanaman Jati (Tectona grandis), Mahoni (Swietenia mahagoni) dan Akasia (Acacia auriculirformis).
Selain tumbuhan tingkat tinggi, ditemukan pula berbagai jenis jamur makroskopis dan mikroskopis, seperti Microphorus vernicipes, Auricularia auricular, Monilia Sp. dan Articulospora Sp.. Selain jamur, terdapat pula jenis paku-pakuan dan alga, seperti Halimeda opuntia, Ulva reticulata, Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium, Turbinaria ornata dan lain-lain.
      Salah satu jenis tumbuhan yang khas dari Cagar Alam ini adalah Rafflesia padma yang merupakan spesies yang tumbuh sebagai parasit pada liana Tetrastigma spp. Tumbuhan ini memiliki siklus ±3 tahun dengan 2 tahun berada di dalam inangnya dan 6-9 bulan muncul sebagai knop Rafflesia serta hanya mekar dalam rentang waktu 5-7 hari sebelum membusuk dan mati. Perkembangan yang maksimum biasanya terjadi pada bulan Juli-September yang bertepatan dengan musim penghujan. Daerah perkembangannya adalah Cirengganis, Sepanjang aliran sungai Tadah Angin, sungai Badeto dan Rajamantri. 

         Selain tumbuhan, potensi biotik yang terdapat di kawasan ini adalah satwa. Satwa yang terdapat, diantaranya adalah Banteng (Bos sondaicus), Rusa (Cervus timorensis), Kijang (Muntiacus muntjak), Tando (Cynocephalus variegatus), Kalong (Pteroptus vampyrus), Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), Lutung (Trcyphithecus auratus), Kangkareng (Anthracoceros albirostris), Ayam hutan (Gallus gallus), Takur Tulung Tumpuk (Psilopogon javensis), Elang laut perut putih (Haliaetus leucogaster), Kancil (Tragulus javanicus), Trenggiling (Manis javanica), Hap-hap (Draco volans), Biawak (Varanus salvator)  dan lain-lain.

Selasa, 31 Maret 2020

Profil Bidang KSDA Wilayah III

Bidang KSDA Wilayah III berkedudukan di Jl. R.A.A. Kusumasubrata No. 11 Ciamis, dibagi menjadi 2 (dua) Seksi Konservasi Wilayah, yaitu :
Seksi Konservasi Wilayah V Garut berkedudukan di Jl. Terusan Pahlawan No. 42, Garut, wilayah kerja meliputi Kab./Kota Garut.
Adapun Kawasan Konservasi yang dikelola terdiri dari :
- Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Gunung Papandayan,
- Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Kawah Kamojang,
- Taman Wisata Alam Gunung Guntur,
- Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Talaga Bodas,
- Cagar Alam dan Cagar Alam Laut Leuweung Sancang

Seksi Konservasi Wilayah VI Tasikmalaya berkedudukan di Jl. Sukarindik No. 50 Indihiang Kota Tasik, Tasikmalaya, wilayah kerja meliputi Kab./Kota : Tasikmalaya, Ciamis, Banjar, Cirebon, Majalengka, Kuningan dan Indramayu.
Adapun Kawasan Konservasi yang dikelola terdiri dari :
- SM. Gunung Sawal,
- Cagar Alam Nusa Gede Panjalu,
- Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran,
- Cagar Alam Laut Pananjung Pangandaran,
- Suaka Margasatwa Sindangkerta,
- Taman Wisata Alam Linggarjati.