Salah satu bentuk dari kawasan konservasi yang telah dikembangkan di Indonesia adalah Cagar Alam. Cagar Alam adalah kawasan perlindungan bagi flora dan fauna yang ada di dalamnya. Salah satu cagar alam yang ada di Indonesia adalah Cagar Alam Pananjung Pangandaran yang merupakan kawasan hutan yang dilindungi di Desa Pangandaran, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 34/KMP/1961 yang kemudian diperbaharui melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor. SK. 484/MENHUT-II/2010. Pemeliharaan dan perlindungan yang ketat di Cagar Alam ini sangat perlu dilakukan karena di dalamnya terdapat habitat, tumbuhan dan hewan yang sangat potensial dan memiliki keunikan alami.
Secara administratif, Cagar Alam Pananjung Pangandaran terletak di Desa Pangandaran, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. Sebelah timur berbatasan dengan Teluk Pangandaran, sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia dan disebelah barat berbatasan dengan Teluk Parigi. Sedangkan secara astronomis, kawasan ini terletak pada koordinat 108o38’30” - 108o41’00” BT dan 7o42’00” - 7o44’00” LS. Kawasan Pangandaran ini berjarak kurang lebih 93 km arah tenggara kota Ciamis dan 223 km dari kota Bandung.
Sejarah Singkat dan Status Pengelolaan
Cagar Alam Pananjung Pangandaran merupakan kawasan konservasi flora dan fauna. Sejarah terbentuknya kawasan konservasi ini dimulai pada tahun 1921 pada saat Residen Priangan Y. Eyken berkuasa mengusulkan untuk menjadikan kawasan yang tadinya kawasan perladangan menjadi kawasan taman buru dengan memindahkan penduduk yang ada dalam kawasa hutan wisata ke daerah Parapat, 2 km ke sebelah utara pada tahun 1922. Dengan memasukkan satu ekor banteng jantan, tiga ekor sapi bali betina dan rusa India dan memberi pagar pada kawasan tersebut.
Sebelum ditetapkan sebagai Cagar Alam, kawasan hutan Pangandaran terlebih dahulu ditetapkan sebagai kawasan Suaka Margasatwa. Hal ini berdasarkan Gb Tanggal 7 Desember 1934 Nomor 19 Stbl. 669, dengan luas 530 ha yang dikeluarkan oleh Directour Van Scomische Zoken. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya setelah diketemukan bunga Rafflesia padma, status Suaka Margasatwa dirubah menjadi Cagar Alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 34/KMP/1961. Seiring dengan kebutuhan masyarakat akan rekreasi, maka sebagian kawasan seluas 37,70 Ha dijadikan Hutan Wisata dalam bentuk Taman Wisata Alam (TWA) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 170/Kpts/Um/3/1978 tanggal 10 Maret 1978.
Status pengelolaan kawasan mulai dari ditetapkan sampai saat ini telah mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan dan kebijakan pemerintah. Pada tahun 1957 kawasan Taman Wisata Alam dan Cagar Alam Pananjung Pangandaran pengelolaannya ditangani oleh Kebun Raya Bogor. Selanjutnya pada tahun 1957-1972, pengelolaanynya ditangani oleh Djawatan Kehutanan dan sejak tahun 1972-1978, dikelola oleh seksi Perlindungan dan Pengawetan Alam Jawa Barat II yang berkedudukan di Bandung. Kemudian pada tahun 1978-1999, kawasan ini berada di bawah tanggung jawab Sub Balai Kawasan Sumber Daya Alam Jawa Barat II, Balai Konservasi Sumber Daya Alam III Bandung. Tahun 1999 pengelolaannya ditangani oleh BKSDA Jawa Barat II, Seksi Wilayah Konservasi I, Resort KSDA Pangandaran, di bawah Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Bandung. Dan sejak tahun 2007 sampai saat ini pengelolaannya berada di bawah BBKSDA Jawa Barat, Bidang KSDA Wilayah III Ciamis, Seksi Konservasi Wilayah VI Tasikmalaya, Resor Konservasi Wilayah XX Pangandaran, sementara untuk Pengusahaan Taman Wisata Alam Pangandaran ditangani oleh PT. PERHUTANI KPH Ciamis, UNIT III Jawa Barat melalui Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam.
Kondisi Lapangan
- Iklim ; Berdasarkan Schmidt dan ferrguson, CA Pananjung Pangandaran dan sekitarnya termasuk tipe iklim A dengan curah hujan rata-rata 3.196 mm/tahun, suhu udara rata-rata 25C-30C dengan kelembaban 80-90%. Curah hujan terbanyak antara Oktober-Maret, dan bulan kering pada bulan Juli-September.
- Topografi ; Keadaan tofografi sebagian besar landai dengan beberapa tempat terdapat tonjolan bukit kapur yang terjal. Terdiri dari 50% datar, 35% berbukit, 15% bergunung, jadi dapat dikatakan landai dan sedikit berbukit dengan rata-rata ketinggian 100 m dpl. Elevasi antara 0-20 m dpl dan di daerah landai antara 2-3 m dpl. Hamparan kawasan ini terbagi menjadi enam daerah besar : Cirengganis, Batu Meja, Badeto, Naggorak, Karang Pandan dan Cikamal.
- Kondisi air dan Tanah; Terdapat sepuluh buah sungai yang ada di Cagar Alam Pananjung Pangandaran yang panjangnya tidak lebih dari 1-2 km, dan sungai terbesar adalah Sungai Cikamal yang bermuara di Pantai Barat dan Sungai Cirengganis yang bermuara di Pantai Timur.
Potensi Keanekaragaman Hayati
Cagar alam Pananjung Pangandaran ini memiliki banyak potensi. Sekitar 80% merupakan vegetasi hutan sekunder tua yang berumur 50-60 tahun dan sisanya adalah hutan primer. Selain vegetasi hutan, di dalam Cagar Alam ini pun terdapat padang penggembalaan, yaitu Cikamal seluas 20 ha dan Nanggorak yang pada awalnya seluas 10 ha namun berubah menjadi hutan sekunder muda setelah mengalami suksesi seperti halnya Badeto.
Pohon-pohon yang dominan di daerah Cagar Alam ini, antara lain Laban (Vitex pubescens), Kisegel (Dillenia excelsea) dan Marong (Cratoxylon formosum). Dari formasi Baringtonia, terdiri dari Nyamplung (Callophylum inophylum), Waru laut (Tespesia populnea), Ketapang (Terminalia cattapa) dan Butun (Baringtonia asiatica) serta berbagai jenis suku Palmae, seperti Langkap (Arenga obtusifolia), Sawangkung (Caryota mitis) dan Gebang (Corypa gebanga). Di dataran rendahnya terdapat hutan tanaman yang merupakan tanaman eksotika, yang terdiri dari tanaman Jati (Tectona grandis), Mahoni (Swietenia mahagoni) dan Akasia (Acacia auriculirformis).
Selain tumbuhan tingkat tinggi, ditemukan pula berbagai jenis jamur makroskopis dan mikroskopis, seperti Microphorus vernicipes, Auricularia auricular, Monilia Sp. dan Articulospora Sp.. Selain jamur, terdapat pula jenis paku-pakuan dan alga, seperti Halimeda opuntia, Ulva reticulata, Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium, Turbinaria ornata dan lain-lain.
Salah satu jenis tumbuhan yang khas dari Cagar Alam ini adalah Rafflesia padma yang merupakan spesies yang tumbuh sebagai parasit pada liana Tetrastigma spp. Tumbuhan ini memiliki siklus ±3 tahun dengan 2 tahun berada di dalam inangnya dan 6-9 bulan muncul sebagai knop Rafflesia serta hanya mekar dalam rentang waktu 5-7 hari sebelum membusuk dan mati. Perkembangan yang maksimum biasanya terjadi pada bulan Juli-September yang bertepatan dengan musim penghujan. Daerah perkembangannya adalah Cirengganis, Sepanjang aliran sungai Tadah Angin, sungai Badeto dan Rajamantri.
Selain tumbuhan, potensi biotik yang terdapat di kawasan ini adalah satwa. Satwa yang terdapat, diantaranya adalah Banteng (Bos sondaicus), Rusa (Cervus timorensis), Kijang (Muntiacus muntjak), Tando (Cynocephalus variegatus), Kalong (Pteroptus vampyrus), Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), Lutung (Trcyphithecus auratus), Kangkareng (Anthracoceros albirostris), Ayam hutan (Gallus gallus), Takur Tulung Tumpuk (Psilopogon javensis), Elang laut perut putih (Haliaetus leucogaster), Kancil (Tragulus javanicus), Trenggiling (Manis javanica), Hap-hap (Draco volans), Biawak (Varanus salvator) dan lain-lain.
0 komentar:
Posting Komentar